Prasasti-Prasasti Peringatan Tsunami Kuno Di Jepang
"Tempat tinggal di tempat tinggi ialah tempat tinggal yang kondusif bagi keturunan kita. Ingat tragedi tsunami besar. Jangan membangun rumah di bawah titik ini".
Itulah yang tertulis pada lempengan watu setinggi 4 kaki di dusun Aneyoshi, di Prefektur Iwate, di Jepang. Warga yang mematuhi pesan yang tersirat dari nenek moyang mereka, tetap tinggal di desa kecil mereka yang sekarang hanya terdiri dari 11 rumah tangga dengan kondusif dari jangkauan tsunami mematikan yang menyapu pantai Jepang pada tahun 2011. Gelombang berhenti hanya 90 meter di bawah batu.
Sebuah tablet watu (prasasti) peringatan tsunami didirikan pada tahun 1933 di lereng bukit di Aneyoshi, Iwate prefektur Jepang.
Seluruh pantai Jepang, ada ratusan watu yang disebut Tsunami Stones dengan pesan peringatan dan saran, beberapa berumur lebih dari 600 tahun. Batu-batu datar, beberapa berdiri sampai 10 kaki, secara kolektif membentuk sistem peringatan bagi Jepang, yang pantainya yang panjang berada di sepanjang jalur patahan besar sehingga selalu mengalami gempa bumi dan tsunami selama berabad-abad. Beberapa watu memberi peringatan sederhana untuk meninggalkan semuanya dan mencari tempat yang lebih tinggi sesudah gempa kuat. Lainnya, ibarat yang ada di Aneyoshi, menginstruksikan tempat mana yang kondusif untuk membangun rumah-rumah dan mana tidak. Banyak watu juga berisi daftar nama-nama korban meninggal atau jumlah korban meninggal sebagai pengingat betapa dahsyatnya daya rusak gelombang '. Sayangnya, dalam hiruk-pikuk kehidupan modern, banyak dari peringatan kuno terlupakan atau diabaikan.
Foto ini diambil 31 Maret 2011, Seseorang yang selamat dari tsunami berjalan melewati prasasti bau tanah yang memperingatkan ancaman tsunami di dusun Aneyoshi, Prefektur Iwate, Jepang utara.
Menurut tokoh setempat, hanya segelintir desa ibarat Aneyoshi yang memperhatikan peringatan-peringatan bau tanah ini dengan membangun rumah mereka di tanah yang tinggi. Lainnya menentukan untuk mengabaikan peringatan seiring booming tumbuhnya kota-kota pesisir di tahun-tahun sesudah Perang Dunia II. Bahkan masyarakat yang telah pindah ke tempat yang tinggi kesudahannya pindah ke pantai untuk lebih akrab dengan bahtera dan jaring mereka. Banyak dari kota-kota ini tersapu Tsunami pada 11 Maret 2011..
Sebuah goresan pena pada watu di kota pesisir Kesennuma membaca, "Selalu siap untuk tsunami yang tak terduga. Pilihlah hidupmu daripada hartamu dan barang-barang berharga." Kesennuma menjadi salah satu tempat paling parah diterjang tsunami 2011, dimana kapal-kapal nelayan dan kapal-kapal besar menabrak bangunan dan rumah-rumah orang-orang yang mengabaikan pesan yang tersirat itu.
Aneyoshi berbeda. Komunitas disini menghormati nenek moyang mereka dan saran mereka. Batu peringatan didirikan bersama dengan lebih dari 300 watu lainnya di seluruh pantai Jepang, sesudah dua tsunami menghancurkan desa mereka dikala di pesisir. Yang pertama terjadi pada 1896 dan hanya dua orang yang selamat. Tsunami kedua terjadi pada tahun 1933 dan hanya empat orang yang selamat.
Tsunami yang terjadi berulang kali telah menyapu sebagian besar batu-batu ini. Di beberapa tempat, monumen gres diciptakan kembali sebagai peringatan tsunami menggantikan watu tua.
Sebuah watu peringatan tsunami di Honshu. Prasasti watu ini diyakini telah dibangun sesudah gempa besar dan tsunami yang terjadi di 869 AD.
Sebuah tablet watu peringatan tsunami gres didirikan oleh murid-murid Sekolah Menengah Pertama Onagawa sesudah tsunami 2011 menelan kota mereka. Sekolah telah berhasil mengumpulkan uang yang dibutuhkan untuk mendirikan puluhan watu ibarat di sepanjang pantai kota.
Prasasti peringatan Tsunami di Aneyoshi
Baca Juga:
Source