Bioarsitektur - Jembatan-Jembatan Hidup Di Dunia
Jembatan hidup yakni jembatan yang dibentuk dengan memanfaatkan mahluk hidup, dalam hal ini pepohonan. Menariknya, tidak menyerupai jembatan-jembatan lain, jembatan hidup tidak terkena proses pelapukan lantaran hidup, dan semakin usang akan semakin menguat (meskipun tentu ada batasan umur, tapi ratusan tahun), sedangkan jembatan lain justru semakin usang akan semakin melemah dan rusak lantaran proses pelapukan.
Jembatan-jembatan hidup dibawah ini yakni karya-karya bio-arsitektur yang luarbiasa dan menunjukan bahwa insan sanggup hidup secara serasi dengan alam.
Di hilir lereng-lereng selatan bukit-bukit Khasi dan Jaintia yakni kawasan lembab dan hangat serta dibelah oleh banyak sungai yang mengalir deras. Sebuah spesies pohon Karet Kebo (nama ilmiahnya Ficus elastica) tumbuh subur dan berkembang bersama sungai-sungai ini. Pohon ini sanggup nyaman bertengger pada batu-batu besar di sepanjang sisi sungai atau di tengah-tengah sungai dan mengirim akarnya ke dasar sungai. Dengan demikian, mereka telah mengikuti keadaan dengan sangat baik terhadap abrasi tanah yang disebabkan oleh sungai-sungai yang mengalir cepat yang turun dari sekitar 3000 kaki di sepanjang lereng terjal. Pohon-pohon mengeluarkan banyak akar sekunder dari batang mereka.
Orang-orang War-Khasi kuno, sebuah suku di Meghalaya, telah mengamati kualitas pohon ini dan telah memanfaatkannya untuk melayani kebutuhan mereka, yaitu sebagai jembatan untuk menyeberangi sungai-sungai. Untuk mengarahkan akar ke arah yang diinginkan, dipakai batang pohon pinang yang berongga, yang dibelah di tengah hingga seluruh panjang mereka, dan diposisikan sesuai dengan kebutuhan jembatan. Akar-akar pohon karet kebo yang lembut tipis dan panjang kemudian dilewatkan ke batang cekung pohon pinang ini supaya akar-akar tumbuh lurus kearah yang diharapkan. Ketika akar-akar mencapai sisi seberang sungai, mereka akan menembus ke dalam tanah. Jembatan ini biasanya mempunyai bentang dasar berjumlah lebih dari dua. Ada juga dua bentang pagar pelindung. Batu-batu dipakai untuk mengisi kesenjangan pada bentang dasar dan dari waktu ke waktu mereka sanggup tertanam di lantai jembatan akar.
Beberapa jembatan akar di Meghalaya mempunyai akar yang turun dari cabang-cabang pohon yang bergabung di tengah bentang jembatan sebagai dukungan. Beberapa jembatan akar juga dibentuk dengan melilitkan akar-akar dari dua pohon yang ditanam di tepi yang berlawanan atau di tengah-tengah sungai di batu-batu besar.
Jembatan-jembatan akar di Meghalaya ini begitu kuat, bahkan beberapa dari mereka sanggup menanggung bobot 50 orang sekaligus, dan panjangnya ada yang mencapai 30 meter lebih. Jembatan ini memakan waktu 10 hingga 15 tahun untuk sanggup berfungsi penuh, dan mereka terus tumbuh dan terus bertambah besar lengan berkuasa dari hari ke hari, lantaran mereka hidup. Beberapa jembatan akar di Meghalaya sudah berusia lebih dari 500 tahun.
Di India, jembatan-jembatan ini hanya ditemui di Meghalaya saja dan dipakai sehari-hari bahkan hingga hari ini oleh orang-orang yang tinggal di desa-desa di sekitar Cherrapunjee. Salah satu jembatan akar mempunyai dua jembatan yang ditumpuk satu di atas yang lain dan jembatan akar menyerupai ini yakni satu-satunya di Dunia. Penduduk desa dari Nongriat dimana jembatan ini terletak di penggalan bawah lembah menyebutnya 'Umshiang Double Decker Root Bridge’ atau Jembatan Akar Dua Tingkat Umshiang.
Indonesia juga mempunyai jembatan akar menyerupai di India. Jembatan akar sanggup dijumpai di Kanagarian Puluik-Puluik, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Jembatan akar yang disebut masarakat setempat titian aka ini membentang diatas sungai batang bayang dan dibentuk dengan menjalin akar batang pohon beringin dan akar batang pohon kubang yang tumbuh berseberangan di sisi sungai. Jembatan akar ini panjangnya tigapuluh meter, lebar satu meter dan tinggi delapan meter.
Konon, jembatan ini dibentuk oleh seorang ulama berjulukan Fakih Sokan bergelar Angku Ketek, untuk menghubungkan dua kampung yang dipisah oleh sungai batang bayang. Jembatan dibangun tahun 1890, tetapi gres sanggup dipakai masyarakat setempat pada 1916. Dengan kata lain, proses merajut akar menjadi jembatan ini membutuhkan waktu lebih kurang 26 tahun.
Jembatan akar ini terinspirasi oleh anak didik yang mencar ilmu mengaji dengan Fakih Sokan, lantaran setiap kali air batang bayang banjir, anak didiknya yang tinggal di seberang sungai batang bayang tidak sanggup pergi mengaji maka itu dibutuhkan sebuah jembatan untuk melintasi sungai tersebut. Menurut penduduk setempat awalnya jembatan dibentuk dari bambu dengan tiang penyangga di tengah sungai, akan tetapi jembatan tersebut sering dihanyutkan oleh air batang bayang. Seiring jalannya waktu Fakih Sokan bertahap melilitkan akar pohon beringin ke jembatan bambu yang karenanya akar akar tersebut tersambung, dan mengikat satu sama lainnya.
Jembatan Akar Baduy
Selain di Sumatera Barat, jembatan akar juga sanggup dijumpai di baduy Banten di akrab desa Batara. Jembatan ini berawal dari hanya jembatan bambu diatas sungai Cisemeut sebagai kemudian lintas warga mengunjungi ladang dan perkampungan mereka.
Tetapi seiring berjalanan nya waktu maka bambu-bambu ini di jalarin akar-akar batang pohon yang tumbuh di kedua sisi sungai. Menurut penduduk setempat jembatan ini kurang lebih berusia 40-50 tahun. Posisi jembatan ini cukup tinggi, sekitar sepuluh meter dari sungai dan terbentang sekitar dua puluh lima meter.
Tapi jembatan akar bukan satu-satunya jembatan hidup atau jembatan yang dibangun dari tanaman yang tumbuh. Jepang juga, mempunyai bentuk jembatan-jembatan hidup sendiri, yang dinamakan Jembatan Tanaman Rambat dari lembah Iya .....
Salah satu dari tiga lembah Jepang yang "tersembunyi", West Iya merupakan rumah bagi jenis ngarai berkabut, sungai yang jernih, dan atap-atap jerami menyerupai mirip Jepang dari era yang lalu. Untuk sanggup melintasi Sungai Iya yang mengalir melalui medan lembah yang terjal, bandit, prajurit dan pengungsi membuat jembatan-jembatan yang sangat istimewa, yaitu jembatan yang terbuat dari tanaman merambat.
Pertama, dua tanaman merambat,Wisteria (salah satu tanaman merambat paling besar lengan berkuasa yang dikenal) - dibiarkan tumbuh dengan panjang yang luar biasa di kedua sisi sungai. Setelah tanaman rambat telah mencapai panjang yang cukup, mereka dijalin bersama dengan papan untuk membuat jembatan hidup yang elastis dan bergoyang.
Jembatan tidak mempunyai sisi, dan sumber sejarah Jepang menceritakan bahwa jembatan tanaman rambat yang orisinil sangat tidak stabil, dan mereka yang mencoba menyeberang untuk pertama kalinya sering membeku di tempat, tidak sanggup pergi lebih jauh .. Tiga dari mereka jembatan tanaman rambat masih ada di lembah Iya, dan telah diperkuat dengan kawat dan pgar sisi. Meskipun demikian jembatan-jembatan ini masih mengerikan untuk diseberangi. Dengan panjang lebih dari 43 meter, dan papan-papan pijakan disusun enam hingga delapan inci terpisah serta tinggi jembatan yang setinggi bangunan 4 lantai dari air, membuat banyak orang dikala ini tetap tidak berani melintasinya.
Beberapa orang percaya bahwa jembatan tanaman rambat pertama kali ditanam di era ke-12, yang menyebabkan mereka sebagai arsitektur hidup tertua di dunia.
Sumber: Atlasobscura, Mongabay, dll
Jembatan-jembatan hidup dibawah ini yakni karya-karya bio-arsitektur yang luarbiasa dan menunjukan bahwa insan sanggup hidup secara serasi dengan alam.
Jembatan-Jembatan Akar di Cherrapunjee India
Di hilir lereng-lereng selatan bukit-bukit Khasi dan Jaintia yakni kawasan lembab dan hangat serta dibelah oleh banyak sungai yang mengalir deras. Sebuah spesies pohon Karet Kebo (nama ilmiahnya Ficus elastica) tumbuh subur dan berkembang bersama sungai-sungai ini. Pohon ini sanggup nyaman bertengger pada batu-batu besar di sepanjang sisi sungai atau di tengah-tengah sungai dan mengirim akarnya ke dasar sungai. Dengan demikian, mereka telah mengikuti keadaan dengan sangat baik terhadap abrasi tanah yang disebabkan oleh sungai-sungai yang mengalir cepat yang turun dari sekitar 3000 kaki di sepanjang lereng terjal. Pohon-pohon mengeluarkan banyak akar sekunder dari batang mereka.
Orang-orang War-Khasi kuno, sebuah suku di Meghalaya, telah mengamati kualitas pohon ini dan telah memanfaatkannya untuk melayani kebutuhan mereka, yaitu sebagai jembatan untuk menyeberangi sungai-sungai. Untuk mengarahkan akar ke arah yang diinginkan, dipakai batang pohon pinang yang berongga, yang dibelah di tengah hingga seluruh panjang mereka, dan diposisikan sesuai dengan kebutuhan jembatan. Akar-akar pohon karet kebo yang lembut tipis dan panjang kemudian dilewatkan ke batang cekung pohon pinang ini supaya akar-akar tumbuh lurus kearah yang diharapkan. Ketika akar-akar mencapai sisi seberang sungai, mereka akan menembus ke dalam tanah. Jembatan ini biasanya mempunyai bentang dasar berjumlah lebih dari dua. Ada juga dua bentang pagar pelindung. Batu-batu dipakai untuk mengisi kesenjangan pada bentang dasar dan dari waktu ke waktu mereka sanggup tertanam di lantai jembatan akar.
Beberapa jembatan akar di Meghalaya mempunyai akar yang turun dari cabang-cabang pohon yang bergabung di tengah bentang jembatan sebagai dukungan. Beberapa jembatan akar juga dibentuk dengan melilitkan akar-akar dari dua pohon yang ditanam di tepi yang berlawanan atau di tengah-tengah sungai di batu-batu besar.
Jembatan-jembatan akar di Meghalaya ini begitu kuat, bahkan beberapa dari mereka sanggup menanggung bobot 50 orang sekaligus, dan panjangnya ada yang mencapai 30 meter lebih. Jembatan ini memakan waktu 10 hingga 15 tahun untuk sanggup berfungsi penuh, dan mereka terus tumbuh dan terus bertambah besar lengan berkuasa dari hari ke hari, lantaran mereka hidup. Beberapa jembatan akar di Meghalaya sudah berusia lebih dari 500 tahun.
Di India, jembatan-jembatan ini hanya ditemui di Meghalaya saja dan dipakai sehari-hari bahkan hingga hari ini oleh orang-orang yang tinggal di desa-desa di sekitar Cherrapunjee. Salah satu jembatan akar mempunyai dua jembatan yang ditumpuk satu di atas yang lain dan jembatan akar menyerupai ini yakni satu-satunya di Dunia. Penduduk desa dari Nongriat dimana jembatan ini terletak di penggalan bawah lembah menyebutnya 'Umshiang Double Decker Root Bridge’ atau Jembatan Akar Dua Tingkat Umshiang.
Jembatan Akar Indonesia
Indonesia juga mempunyai jembatan akar menyerupai di India. Jembatan akar sanggup dijumpai di Kanagarian Puluik-Puluik, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Jembatan akar yang disebut masarakat setempat titian aka ini membentang diatas sungai batang bayang dan dibentuk dengan menjalin akar batang pohon beringin dan akar batang pohon kubang yang tumbuh berseberangan di sisi sungai. Jembatan akar ini panjangnya tigapuluh meter, lebar satu meter dan tinggi delapan meter.
Konon, jembatan ini dibentuk oleh seorang ulama berjulukan Fakih Sokan bergelar Angku Ketek, untuk menghubungkan dua kampung yang dipisah oleh sungai batang bayang. Jembatan dibangun tahun 1890, tetapi gres sanggup dipakai masyarakat setempat pada 1916. Dengan kata lain, proses merajut akar menjadi jembatan ini membutuhkan waktu lebih kurang 26 tahun.
Jembatan akar ini terinspirasi oleh anak didik yang mencar ilmu mengaji dengan Fakih Sokan, lantaran setiap kali air batang bayang banjir, anak didiknya yang tinggal di seberang sungai batang bayang tidak sanggup pergi mengaji maka itu dibutuhkan sebuah jembatan untuk melintasi sungai tersebut. Menurut penduduk setempat awalnya jembatan dibentuk dari bambu dengan tiang penyangga di tengah sungai, akan tetapi jembatan tersebut sering dihanyutkan oleh air batang bayang. Seiring jalannya waktu Fakih Sokan bertahap melilitkan akar pohon beringin ke jembatan bambu yang karenanya akar akar tersebut tersambung, dan mengikat satu sama lainnya.
Jembatan Akar Baduy
Selain di Sumatera Barat, jembatan akar juga sanggup dijumpai di baduy Banten di akrab desa Batara. Jembatan ini berawal dari hanya jembatan bambu diatas sungai Cisemeut sebagai kemudian lintas warga mengunjungi ladang dan perkampungan mereka.
Tetapi seiring berjalanan nya waktu maka bambu-bambu ini di jalarin akar-akar batang pohon yang tumbuh di kedua sisi sungai. Menurut penduduk setempat jembatan ini kurang lebih berusia 40-50 tahun. Posisi jembatan ini cukup tinggi, sekitar sepuluh meter dari sungai dan terbentang sekitar dua puluh lima meter.
Jembatan Wisteria Jepang
Tapi jembatan akar bukan satu-satunya jembatan hidup atau jembatan yang dibangun dari tanaman yang tumbuh. Jepang juga, mempunyai bentuk jembatan-jembatan hidup sendiri, yang dinamakan Jembatan Tanaman Rambat dari lembah Iya .....
Salah satu dari tiga lembah Jepang yang "tersembunyi", West Iya merupakan rumah bagi jenis ngarai berkabut, sungai yang jernih, dan atap-atap jerami menyerupai mirip Jepang dari era yang lalu. Untuk sanggup melintasi Sungai Iya yang mengalir melalui medan lembah yang terjal, bandit, prajurit dan pengungsi membuat jembatan-jembatan yang sangat istimewa, yaitu jembatan yang terbuat dari tanaman merambat.
Ini yakni gambar dari tahun 1880-an dari salah satu jembatan tanaman rambat asli.
Pertama, dua tanaman merambat,Wisteria (salah satu tanaman merambat paling besar lengan berkuasa yang dikenal) - dibiarkan tumbuh dengan panjang yang luar biasa di kedua sisi sungai. Setelah tanaman rambat telah mencapai panjang yang cukup, mereka dijalin bersama dengan papan untuk membuat jembatan hidup yang elastis dan bergoyang.
Jembatan tidak mempunyai sisi, dan sumber sejarah Jepang menceritakan bahwa jembatan tanaman rambat yang orisinil sangat tidak stabil, dan mereka yang mencoba menyeberang untuk pertama kalinya sering membeku di tempat, tidak sanggup pergi lebih jauh .. Tiga dari mereka jembatan tanaman rambat masih ada di lembah Iya, dan telah diperkuat dengan kawat dan pgar sisi. Meskipun demikian jembatan-jembatan ini masih mengerikan untuk diseberangi. Dengan panjang lebih dari 43 meter, dan papan-papan pijakan disusun enam hingga delapan inci terpisah serta tinggi jembatan yang setinggi bangunan 4 lantai dari air, membuat banyak orang dikala ini tetap tidak berani melintasinya.
Beberapa orang percaya bahwa jembatan tanaman rambat pertama kali ditanam di era ke-12, yang menyebabkan mereka sebagai arsitektur hidup tertua di dunia.
Baca Juga:
Sumber: Atlasobscura, Mongabay, dll